Jumat, 30 September 2011

JAKARTA BANJIR SIAPA YANG SALAH?

Banyak kalangan menilai bahwa tata ruang di DKI Jakarta tidak sesuai dan terkesan dibangun asal-asalan, sehingga hampir tiap tahun dipastikan akan tergenang banjir. Apalagi di daerah Jakarta Barat dan Jakarta Utara, dipastikan akan terus tergenang. Konon penyebabnya adalah Kawasan Elite Pantai Indah Kapuk.

Menurut Lukman F. Mokoginta bahwa kawasan pemukiman super mewah Pantai Indah Kapuk (PIK) memang menjadi pusat perhatian publik. Keberadaan kawasan pemukiman tersebut dituding sebagai penyebab banjir di kawasan sekitarnya, termasuk jalan Sedyatmo, ruas jalan tol yang menuju Bandara Soekarno-Hatta. Menjelaskan korelasi kawasan pemukiman super elite PIK dengan ancaman banjir yang rutin melanda kawasan sekitarnya menurut Lukman, Sebenarnya tidak perlu teori yang muluk-muluk. Untuk menjelaskan hal itu sudah bisa terjawab cukup dengan berpatokan pada hukum Archimedes dan pengalaman empiris para \"tukang pembuat got\".

Sebenarnya lokasi PIK semula adalah kawasan hutan bakau yang dihuni fauna tertentu seperti monyet Ancol, ular , buaya den rawa pantai sebagai areal parkir jutaan air payau. Areal genangan air ini kemudian dikeringkan den dijadikan kawasan perumahan dan peruntukan lainnya. Akibat penggusuran dan pemadatan tanah pada areal seluas 831 ha mengakibatkan sedikitnya air sebanyak 16 juta meter kubik tidak tertampung. Genangan air pun meluap ke wilayah sekitarnya dan menenggelamkan badan jalan tol Sedyatmo serta pemukiman penduduk sekitarnya. Terhalangnya aliran air ke laut karena adanya kawasan pemukiman ditepian pantai membuat keadaan kawasan ini semakin runyam. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas semua itu?

Sejak awal pembangunannya, seperti terekam dalam catatan media massa, PIK memang sudah mengundang berbagai kontroversi. Alur kisahnya berawal dari Izin Menteri Kehutanan tahun 1984 yang dianggap sangat aneh oleh banyak kalangan. Sebab pada intinya menyetujui proses Ruilslag (tukar guling), areal hutan konservasi di kawasan Kapuk dengan lahan hutan di wilayah Sukabumi dan Cianjur.

Ditilik dari berbagai aspek, terutama aspek hydrogeography proses tukar guling ini sangat sulit dipahami dengan akal sehat. Sebab lokasi PIK tidak dalam satu catchment area dengan hutan penggantinya. Wajar bila banyak kalangan menduga telah terjadi praktik KKN dibalik penyimpangan dalam pengelolaan lingkungan tersebut.

Namun lebih celaka lagi atas dasar itu pula, meski tanpa disertai dengan Analisa Dampak Lingkungan Pemda DKI Jakarta serta merta menerbitkan SIPPT (Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah) yang kemudian dilanjutkan dengan menerbitkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan).

Rentetan keanehan seputar kawasan PIK kian panjang. Areal Pemukiman super elite yang sudah terbangun lama, baru memiliki Amdal sekitar tahun 1995. Terbitnya Amdal secara misterius ini agaknya sekedar formalitas untuk merespons proses keras Komisi D dan Komisi A DPRD DKI Jakarta dalam rapat bersama eksekutif. Adanya beragam misteri dan keanehan dalam sejarah pembangunan PIK tersirat menjelaskan adanya konspirasi pengusaha-pengusaha yang sistematik dalam mengeksploitasi areal hutan rawa di kawasan ini. Hal semacam ini memang bisa dimaklumi sebagai tradisi dan gaya hidup penguasa dan pengusaha di masa Orde baru.

Pembangunan Jakarta selama dua dekade terakhir memang banyak mengandung misteri terutama berkaitan dengan perubahan peruntukan lahan. Sebab, bila diurai satu per satu akan sangat banyak ditemukan praktik penyulapan RTH (Ruang Terbuka Hijau) menjadi pusat perbelanjaan/perkantoran, hotel, apartemen dan sebagainya.

Ironisnya, dalam proses penyulapan tersebut sering dengan tegas mempertontonkan praktik penyimpangan/pelanggaran atas rencana tata ruang, seperti terlihat dalam pembangunan Hotel Mulia, Taman Anggrek, Citra Land, Park Royal, Plaza Senayan dan lokasi lainnya.

Bila mencermati kembali Rencana Induk 1965-1985 yang ditetapkan semasa Gubernur Jakarta Ali Sadikin, siapapun tentu tak akan dapat menyangkal bahwa banyak areal resapan air dan sekaligus green belt dengan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) rendah telah mengalami banyak perubahan, karena disesuaikan dengan selera dan kebutuhan para pengembang yang kemudian diaminkan oleh penguasa.

Lantas, bagaimana mengatasi carut marut persolan PIK? Sesungguhnya, bila mencermati problematika lingkungan di kawasan sepanjang PIK hingga Bandar Udara Soekarno-Hatta saat ini, pencabutan Amdal jelas tak akan menyelesaikan masalah. Sebab yang paling dibutuhkan sebenarnya adalah \"audit lingkungan\". Hasil audit lingkungan tersebut kemudian dapat dijadikan acuan untuk penyempurnaan Amdal dan master plan pengelolaan real estate, areal industri, hotel dan sebagainya.

Dalam konteks itu, sebagai langkah awal, pemerintah dapat menghentikan segala bentuk eksploitasi lingkungan, terutama jika hal itu dianggap penting dalam rangka pengendalian banjir. Misalnya, sambil proses audit lingkungan berjalan, pemerintah dapat mengamati kebijakan mengubah lapangan golf, sebagai ruang terbuka hijau dari tanaman rumput dan tanaman hias, menjadi ruang terbuka hijau/hutan dengan vegetasi yang akrab dengan keadaan lingkungan dan mampu menyerap air semaksimal mungkin.

Sedangkan sebagian lagi dapat dijadikan ruang terbuka biru, berupa danau/waduk dengan memperhatikan daya tampung efektif bagi pengendalian banjir. Tanpa mendahului hasil audit lingkungan, agaknya salah satu sistem yang efektif bagi pengendalian banjir di kawasan ini adalah sistem polder yang dilengkapi dengan pompa berkapasitas tinggi. Ini penting agar luapan air yang sering dengan cepat menutup badan jalan dan pemukiman penduduk dengan segala dapat dibuang ke laut.

Sedangkan dalam hal pengelolaannya akan sangat ideal bila melibatkan penduduk tradisional di kawasan ini. Karena itu sebaiknya segera disusun program-program community based development yang sesungguhnya memang menjadi salah satu kewajiban pengembang di kawasan ini.

COMMENT : miris sebenernya gue liat berita kaya gini. Prihatin liat kota gue tempat lahir gue rusak karena tangan kotor yang hanya nyari keuntungan dari kesusahan orang banyak. Gue mohon kalo emang pengen ngebangun sesuatu itu ya jgn Cuma diliat dr segi keuntungan dan kerugian dari si yg ngebangun. Ubah pola pikir lo kearah yg lebih baik gitu. Coba pikirin dampaknya, entah kejadian banjir atau apalah. Juga pikirin apa keuntungan dari pembangunan tersebut buat lingkungan sekitar. Apalagi peruntukan lokasinya ga sesuai. Itu patut jadi tanda tanya dan harus jadi pembelajaran buat kita masing2.

Entah siapa yg salah dalam proyek-proyek kaya gini. Seharusnya kita kurangin rasa egoisme masing-masing. Coba buat mkirin orang lain. Jangan mikirin keuntungan sepihak doang. No KKN junjung tinggi keadilan.

Sabtu, 24 September 2011

Hukum dan pranata hukum

Pada bab ini dibicarakan masalah defenisi hukum, apa yang membedakan antara oerilaku yang terlembaga dan yang tidak terlembaga, apa yang menjadi perbedaan antara lembaga atau pranata hukum dengan pranata lainnya.

Untuk berbicara mengeni pranata hukum maka konsep hukum harus jelas terlebih dahulu Bohannan menimpun beberapa pendapat ahli tentang hukum dan atribut atau suatu ciri yang menyertai hukum. Beberapa pendapat yang dihimpun Bohannan adalah pendapat para sarjana Eropa bahwa hukum menekankan pada pentingnya moral dan pada prinsip Rule of law atau kebenaran dan keharusan yang bersumber dari filsafat moral. Masih dalam aliran yang sama seorang ilmuan bernama Hart berpendapatada 3 pokok permasalahan yang utama :

· Bagaimana hubungan antara hukum dan usaha untuk menegakkan tata sosial?

· Bagaimana hubungan antara kewajiban hukum dan kewajiban moral?

· Apakah yng dimaksud dengan aturan (rule) dan sampai berapa jauhkahhukum itu merupakan aturan?

Stone menyebutkan bebrapa atribut yng biasa ditemukn pada hukum:

· Hukum adalah suatu yang keseluruhan yang rumit sifatnyamencakup norma sosial yang mengatur kelakuan manusia

· Norma ini memiliki sifat sosial

· Membentuk suatu aturan yang rumit namun mempunyai aturan

· Dan aturan ini sangat memaksa

· Dilembagakan

· Dan hukum efektif dalam mempertahankan dirinya

Lembaga atau pranata hukum

Ap yang menjadi pembed antar turan hukum dengan aturan-aturan lain? Untuk memahami hl ini diperlukan pengertian akan konsep pranata atau lembaga. Malinowski mendefenisikan pranata sebagai berikut:

“Sekelompok orang-orang yang bersatu dan terrganisir utuk tujuan tertentu yng memiliki sarana kebendaan dan teknis untuk mencapai tujuan tersebut atau paling tidak melakukan usaha yang masuk akal yang diarahkan untuk mencapai tujuan tadi; yang mendukung sistem nilai tertentu, etika dan kepercayaan-kepercayaan yang memberikan pembenaran kepada tujuan tadi”

Berdasarkan hal ini kita dapat melihat apakah semua kegiatan manusia terpola acau bersifat acak .Jadi lembaga atau pranata hukum dibetuk masyarakata tujuannya adalah untuk melegalkan peraturan dan peraturan ini akan digunakan untuk menindak pekanggaran yang terjadi. Lembaga hukum mempinyai kekuatan untuk campur tangan dalam penyelesaian sengketa didalam lembga sosial lainnya.

Kaitan antara hukum dan ilmu-ilmu sosial

Untuk mengerti realits sosial didalam msyarakat yang tidak cuma berada di tataran teoritis ahli hukum memerlukan analis dari berbagai disiplin ilmu sosia. Salah satu realitas yang terjadi di masyarakat termasuk gejala hukum. Bagaimana hukum diterapkan dan berlaku dimasyarat akan sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat setempat, bagaimana hukum negara diapresiasi oleh suatu kelompok masyarakat tidak akan sama dengan cara kelompok lain mengapresiasi karena yang merupkan elemen kehidupn msyarakat tidak dapat dipisahkan dalam menganalisa dan mempelajarinya dari elem lain. Budaya yang ada pada suatu kelompok masyarakt tertentu harus dilihat secara holistik dan keseluruhan karena unsur-unsur budaya ini akan berakaitan satu sama lain, demikian juga dalam memahami hukum.