Selasa, 12 Februari 2013

METODE KRITIK NORMATIF TERUKUR


METODE KRITIK NORMATIF TERUKUR
Museum Purna Bhakti Pertiwi
Museum Purna Bhakti Pertiwi (MPBP) merupakan sebuah museum yang relatif muda usianya. Pembangun dan pemrakarsa MPBP adalah Ibu Tien Soeharto (Ibu Negara). Bentuk bangunan dengan konsep tumpeng memiliki makna sebagai manifestasi rasa syukur Bapak Soeharto (Presiden RI ke 2) dan Ibu Tien Soeharto kepada Tuhan YME. MPBP diresmikan pada tanggal 23 Agustus 1993. Museum didirikan dengan mengemban misi “Melestarikan sejarah perjalanan hidup dan pengabdian Bapak dan Ibu Soeharto sebagai ajang penelitian, penerangan (informasi), rekreasi serta sebagai obyek wisata bagi masyarakat luas”.
Gagasan mendirikan museum dengan konsep tumpeng tersebut disampaiikan kepada Ir. Franky du Ville, IAI untuk menyiapkan rancang bangunnya selama 3 tahun, yang pada akhirnya pada tanggal 26 Desember 1987 peletakan batu pertama pembangunan Museum Purna Bhakti Pertiwi dimulai, pembangunan berlangsung selama 5 tahun dari tahun 1987 s.d. tahun 1992. Proses selanjutnnya adalah penataan koleksi yang berlangsung selama kurang lebih 8 (delapan) bulan, mulai dari bulan Desember 1992 dan sampai dengan Agustus 1993
Bangunan museum dikelompokkan dalam dua kategori, yakni bangunan utama dan bangunan penunjang. Bangunan utama berfungsi sebagai ruang pamer benda-benda koleksi seluas 18.605 meter persegi terdiri enam lantai dengan tinggi 45 meter sampai puncak ornamen lidah api berwarna keemasan di atas kerucut terbesar, dikelilingi sembilan kerucut kecil.
Ruang Utama diapit empat tumpengan warna kuning. Ruang terdepan adalah Ruang Perjuangan, dikitari Ruang Khusus, Ruang Asthabrata, dan Ruang Perpustakaan. Ruang Perjuangan berbentuk kerucut berukuran sedang seluas 1.215 meter persegi terletak di bagian barat kelompok Ruangan Utama. Ruang Khusus seluas 567 meter persegi terletak di bagian utara. Ruang Asthabrata seluas 1.215 terletak di bagian timur. Dan, Ruang Perpustakaan seluas 567 meter persegi di bagian selatan.
Dari aspek koleksi, Museum Purna Bhakti Pertiwi memiliki koleksi sebanyak 17.000-an item. Jumlah koleksi yang cukup banyak tersebut dikelola selama masa pengabdian Bapak dan Ibu Soeharto pada bangsa dan negara. Koleksi yang cukup banyak tersebut pada hakekatnya merupakan sumber informasi dan pengetahuan yang memiliki potensi yang besar untuk dapat dikemas sebagai inspirasi bagi masyarakat dan dalam membangun masyarakat.
Aspek kurasi, yaitu seluruh aspek yang dilakukan oleh pengelola museum dalam memperlakukan koleksi. Diantara kegiatan kurasi adalah klasifikasi koleksi. Klasifikasi yang dilakukan oleh pengelola museum menggunakan pengelompokkan yang didasarkan pada jenis materi dasar koleksi. Dari jumlah koleksi itu dikelompokkan menjadi 13 macam. Klasifikasi tersebut dijadikan sebagai panduan dalam melakukan tata pamer. Tata pamer dengan mengelompokkan atas dasar materi koleksi lebih menekankan pada aspek konservasi semata.
Beberapa catatan tentang keberadaan Museum Purna Bhakti Pertiwi tersebut di atas dapat memberikan gambaran bahwa orientasi managemen dalam melakukan pengelolaan museum masih menggunakan orientasi koleksi (tradisional). Oleh karena itu perlu kiranya sebuah lembaga untuk merubah orientasi dalam pengelolaan museum yang berbasis pada kepentingan masyarakat. Peran museum dituntut untuk hadir di tengah masyarakat, kehadiran museum tersebut dapat memberikan inspirasi kepada masyarakat dan tentunya untuk sesuatu yang lebih baik.
Rekontekstualisasi koleksi MPBP dapat dilakukan dengan mengawalinya melalui klasifikasi koleksi. Klasifikasi koleksi menjadi 13 macam tersebut dengan menggunakan bahan dasar, disederhanakan dalam 3 kategori, yaitu; koleksi cenderamata, koleksi penghargaan, dan koleksi non cenderamata. Penyederhanaan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa nilai intengible dari koleksi jauh memiliki aspek penting. Pembagian 3 kelompok dapat dirinci sebagai berikut;
1.      Koleksi Penghargaan
Koleksi ini meliputi penghargaan yang berasal dari pemerintah Republik Indonesia, pemerintah luar negeri atau lembaga swadaya masyarakat baik yang bersifat nasional maupun internasional. Koleksi penghargaan tersebut berasal dari berbagai bidang meliputi; militer, pemerintahan, sosial, dan budaya. Penghargaan tersebut diberikan sebagai bentuk penghargaan yang diberikan kepada bangsa Indonesia melalui Presiden Soeharto.
2.      Koleksi Cenderamata
Koleksi cenderamata tersebut berasal dari berbagai macam kalangan seperti; masyarakat biasa, petani, lembaga sosial, pejabat daerah, menteri, duta besar, perdana menteri, presiden, raja/ratu, dan lembaga sosial taraf nasional dan internasional.
3.      Koleksi non cenderamata
Koleksi non cenderamata ini meliputi koleksi yang merupakan benda koleksi pribadi Bp. Soeharto dan Ibu Tien Soeharto.
Pertimbangan yang menjadi alasan dengan membagi koleksi menjadi 3 kelompok baik secara idialis maupun praktis adalah;
-          Secara administrasi akan lebih memudahkan dalam pengelompokkan jenis koleksi;
-          Secara kontekstual pengelompokkan koleksi didasarkan pada nilai informasi akan membantu dalam aspek tata pamer, mempermudah dalam membuat tema-tema pameran serta lebih komunikatif;
-          Mempermudah dalam membuat bentuk pameran, baik yang bersifat pameran tetap maupu pameran temporer.
Rekontekstualisasi akan dilakukan pada kelompok koleksi penghargaan (khusus penghargaan dai PBB) dan koleksi cenderamata. Penelitian koleksi ini lebih menitik beratkan pada aspek intengible. Interpretasi secara intangible lebih diprioritaskan dengan beberapa alasan;
-          Koleksi merupakan cenderamata dan penghargaan, informasi peristiwa di balik koleksi lebih memiliki nilai informasi yang sangat penting dalam kerangka menyampaikan visi dan misi MPBP.
-          Koleksi lebih banyak menyimpan data intangeble, data yang dapat merekontruski sebuah peristiwa atau konsep dan kebijakan yang dilakukan.
Museum Purna Bhakti Pertiwi merupakan museum tokoh, museum yang memiliki misi yang mengacu pada ketokohan seseorang, yaitu Bp. serta Ibu Soeharto. Sebagai presiden RI ke 2 sangat memungkinkan setiap aspek kegiatannya merupakan rangkaian sejarah bangsa Indonesia. Banyaknya penghargaan dan cenderamata yang diterima oleh Bp. Soeharto baik dari pemerintahan, organisasi dunia serta LSM, serta dari masyarakat luas hal itu merupakan sebuah bentuk apresisasi atas prestasi kerja nyata dengan penuh rasa tanggung jawab yang tinggi dari kedua tokoh tersebut.
Rekontekstualisasi dilakukan pada dua jenis koleksi yaitu kelompok koleksi penghargaan (khusus penghargaan dari PBB) dan koleksi cenderamata (para kepala negara dan kepala pemerintahan).


Beberapa koleksi penghargaan dari PBB yang diterima Bp. Soeharto adalah sbb;
1)                  Medali ”From Rice to Self Sufficiency” dari FAO, diberikan kepada Presiden Soeharto, pada tanggal 22 Juli 1986;
2)                  Piagam dan medali “The Health for All” ; penghargaan dari WHO diberikan pada tanggal 18 Februari 1991, diberikan kepada bangsa Indonesia atas kepeloporan Presiden Soeharto dalam bidang kesehatan;
3)                  Piagam UN Population Award, diberikan kepada Presiden Soeharto dalam keberhasilannya mengontrol pertumbuhan jumlah penduduk. Penghargaan diberikan pada 8 Juni 1989;
4)                  Piagam UNDP, diberikan kepada Presiden Soeharto atas komitmen, peranan dan jasanya dalam upaya pengentasan kemiskinan. Penghargaan diberikan pada tanggal 29 Agustus 1997;
5)                  Medali “The Avicenna”; diberikan kepada Presiden Soeharto oleh UNESCO atas komitmennya dalam pembangunan pendidikan untuk rakyat, diberikan pada tanggal 19 Juni 1993.
Koleksi cenderamata yang berasal dari para kepala negara diantaranya adalah sebagai berikut;
1)                  Seperangkat tempat sirih
Tiga buah koleksi cenderamata MPBP berupa seperangkat tempat sirih merupakan pemberian dari Perdana Menteri Malaysia, yaitu Datuk Hussein Onn dan Dr. Mahathir Muhammad.
Koleksi tempat sirih dari negara Malaysia memiliki makna sebagai media penghormatan kepada tamu. Tamu diperlakukan tidak sebagai orang lain tetapi sebagai sahabat. Perlakuan tersebut juga melambangkan bahwa Negara pemberi memiliki sifat rendah hati, memberi, serta senantiasa memuliakan orang lain.
2)                  Mate
Mate adalah sebuah gelas berbentuk bulat dan berkaki dilengkapi dengan sedotan, digunakan sebagail alat minum teh yerba. Terdapat Dua buah koleksi Mate merupakan cenderamata dari Presiden Argentina, Carlos Saul Menem, dan cenderamata dari Presiden Chili, Augusto Pinochet Ugarte.
Pada awalnya alat minum tersebut terbuat dari buah labu sedangkan sedotan dibuat dari jerami. alat minum teh tradisional Amerika Selatan. Teh yang dihidangkan dinamakan yerba.
”Mate”, cenderamata dari Chili, Argentina, dan Mexico, merupakan tradisi minum teh masyarakat Amerika Selatan, tradisi minum teh ini memiliki makna sebagai bentuk penghargaan kepada tamu yang diperlakukan sebagai sahabat.
3)                  Wakahuia
Wakahuia, cenderamata dari Jim Bolger, Perdana Menteri Selandia Baru. Wakahuia (treasure box) semacam kotak bertutup berbentuk oval terbuat dari kayu dan berukir. Wakahuia bagi masyarakat suku Maori, penduduk asli Selandia Baru, merupakan kotak yang sangat berharga dan memiliki fungsi untuk menyimpan benda-banda berharga seperti hei tiki atau bulu burung sebagai hiasan atau penghias rambut kaum wanita.
Wakahuia, cenderamata dari Selandia Baru memiliki makna bahwa Indonesia memiliki makna penting bagi negara Selandia Baru. Memberikan benda yang berharga berupa wakahuia merepresentasikan dari perasaan penghormatan serta ingin menjadikan hubungan dua negara tersebut dalam hubungan yang sangat erat.