METODE KRITIK
NORMATIF TERUKUR
Museum Purna Bhakti
Pertiwi
Museum Purna Bhakti Pertiwi
(MPBP) merupakan sebuah museum yang relatif muda usianya. Pembangun dan
pemrakarsa MPBP adalah Ibu Tien Soeharto (Ibu Negara). Bentuk bangunan dengan
konsep tumpeng memiliki makna sebagai manifestasi rasa syukur Bapak Soeharto
(Presiden RI ke 2) dan Ibu Tien Soeharto kepada Tuhan YME. MPBP diresmikan pada
tanggal 23 Agustus 1993. Museum didirikan dengan mengemban misi “Melestarikan
sejarah perjalanan hidup dan pengabdian Bapak dan Ibu Soeharto sebagai ajang
penelitian, penerangan (informasi), rekreasi serta sebagai obyek wisata bagi
masyarakat luas”.
Gagasan mendirikan museum dengan
konsep tumpeng tersebut disampaiikan kepada Ir. Franky du Ville, IAI untuk
menyiapkan rancang bangunnya selama 3 tahun, yang pada akhirnya pada tanggal 26
Desember 1987 peletakan batu pertama pembangunan Museum Purna Bhakti Pertiwi
dimulai, pembangunan berlangsung selama 5 tahun dari tahun 1987 s.d. tahun 1992.
Proses selanjutnnya adalah penataan koleksi yang berlangsung selama kurang
lebih 8 (delapan) bulan, mulai dari bulan Desember 1992 dan sampai dengan
Agustus 1993
Bangunan museum dikelompokkan
dalam dua kategori, yakni bangunan utama dan bangunan penunjang. Bangunan utama
berfungsi sebagai ruang pamer benda-benda koleksi seluas 18.605 meter persegi
terdiri enam lantai dengan tinggi 45 meter sampai puncak ornamen lidah api
berwarna keemasan di atas kerucut terbesar, dikelilingi sembilan kerucut kecil.
Ruang Utama diapit empat
tumpengan warna kuning. Ruang terdepan adalah Ruang Perjuangan, dikitari Ruang
Khusus, Ruang Asthabrata, dan Ruang Perpustakaan. Ruang Perjuangan berbentuk
kerucut berukuran sedang seluas 1.215 meter persegi terletak di bagian barat kelompok
Ruangan Utama. Ruang Khusus seluas 567 meter persegi terletak di bagian utara.
Ruang Asthabrata seluas 1.215 terletak di bagian timur. Dan, Ruang Perpustakaan
seluas 567 meter persegi di bagian selatan.
Dari aspek koleksi, Museum Purna
Bhakti Pertiwi memiliki koleksi sebanyak 17.000-an item. Jumlah koleksi yang
cukup banyak tersebut dikelola selama masa pengabdian Bapak dan Ibu Soeharto
pada bangsa dan negara. Koleksi yang cukup banyak tersebut pada hakekatnya
merupakan sumber informasi dan pengetahuan yang memiliki potensi yang besar
untuk dapat dikemas sebagai inspirasi bagi masyarakat dan dalam membangun
masyarakat.
Aspek kurasi, yaitu seluruh aspek
yang dilakukan oleh pengelola museum dalam memperlakukan koleksi. Diantara
kegiatan kurasi adalah klasifikasi koleksi. Klasifikasi yang dilakukan oleh
pengelola museum menggunakan pengelompokkan yang didasarkan pada jenis materi
dasar koleksi. Dari jumlah koleksi itu dikelompokkan menjadi 13 macam.
Klasifikasi tersebut dijadikan sebagai panduan dalam melakukan tata pamer. Tata
pamer dengan mengelompokkan atas dasar materi koleksi lebih menekankan pada
aspek konservasi semata.
Beberapa catatan tentang
keberadaan Museum Purna Bhakti Pertiwi tersebut di atas dapat memberikan
gambaran bahwa orientasi managemen dalam melakukan pengelolaan museum masih
menggunakan orientasi koleksi (tradisional). Oleh karena itu perlu kiranya
sebuah lembaga untuk merubah orientasi dalam pengelolaan museum yang berbasis
pada kepentingan masyarakat. Peran museum dituntut untuk hadir di tengah
masyarakat, kehadiran museum tersebut dapat memberikan inspirasi kepada
masyarakat dan tentunya untuk sesuatu yang lebih baik.
Rekontekstualisasi koleksi MPBP
dapat dilakukan dengan mengawalinya melalui klasifikasi koleksi. Klasifikasi
koleksi menjadi 13 macam tersebut dengan menggunakan bahan dasar,
disederhanakan dalam 3 kategori, yaitu; koleksi cenderamata, koleksi
penghargaan, dan koleksi non cenderamata. Penyederhanaan tersebut dilakukan
dengan mempertimbangkan bahwa nilai intengible dari koleksi jauh memiliki aspek
penting. Pembagian 3 kelompok dapat dirinci sebagai berikut;
1. Koleksi Penghargaan
Koleksi ini meliputi penghargaan
yang berasal dari pemerintah Republik Indonesia, pemerintah luar negeri atau
lembaga swadaya masyarakat baik yang bersifat nasional maupun internasional.
Koleksi penghargaan tersebut berasal dari berbagai bidang meliputi; militer,
pemerintahan, sosial, dan budaya. Penghargaan tersebut diberikan sebagai bentuk
penghargaan yang diberikan kepada bangsa Indonesia melalui Presiden Soeharto.
2. Koleksi Cenderamata
Koleksi cenderamata tersebut
berasal dari berbagai macam kalangan seperti; masyarakat biasa, petani, lembaga
sosial, pejabat daerah, menteri, duta besar, perdana menteri, presiden,
raja/ratu, dan lembaga sosial taraf nasional dan internasional.
3. Koleksi non cenderamata
Koleksi non cenderamata ini
meliputi koleksi yang merupakan benda koleksi pribadi Bp. Soeharto dan Ibu Tien
Soeharto.
Pertimbangan
yang menjadi alasan dengan membagi koleksi menjadi 3 kelompok baik secara idialis
maupun praktis adalah;
-
Secara
administrasi akan lebih memudahkan dalam pengelompokkan jenis koleksi;
-
Secara
kontekstual pengelompokkan koleksi didasarkan pada nilai informasi akan
membantu dalam aspek tata pamer, mempermudah dalam membuat tema-tema pameran
serta lebih komunikatif;
-
Mempermudah
dalam membuat bentuk pameran, baik yang bersifat pameran tetap maupu pameran
temporer.
Rekontekstualisasi akan dilakukan
pada kelompok koleksi penghargaan (khusus penghargaan dai PBB) dan koleksi
cenderamata. Penelitian koleksi ini lebih menitik beratkan pada aspek
intengible. Interpretasi secara intangible lebih diprioritaskan dengan beberapa
alasan;
-
Koleksi
merupakan cenderamata dan penghargaan, informasi peristiwa di balik koleksi
lebih memiliki nilai informasi yang sangat penting dalam kerangka menyampaikan
visi dan misi MPBP.
-
Koleksi
lebih banyak menyimpan data intangeble, data yang dapat merekontruski sebuah
peristiwa atau konsep dan kebijakan yang dilakukan.
Museum Purna Bhakti Pertiwi
merupakan museum tokoh, museum yang memiliki misi yang mengacu pada ketokohan
seseorang, yaitu Bp. serta Ibu Soeharto. Sebagai presiden RI ke 2 sangat
memungkinkan setiap aspek kegiatannya merupakan rangkaian sejarah bangsa
Indonesia. Banyaknya penghargaan dan cenderamata yang diterima oleh Bp.
Soeharto baik dari pemerintahan, organisasi dunia serta LSM, serta dari
masyarakat luas hal itu merupakan sebuah bentuk apresisasi atas prestasi kerja
nyata dengan penuh rasa tanggung jawab yang tinggi dari kedua tokoh tersebut.
Rekontekstualisasi dilakukan pada
dua jenis koleksi yaitu kelompok koleksi penghargaan (khusus penghargaan dari
PBB) dan koleksi cenderamata (para kepala negara dan kepala pemerintahan).
Beberapa
koleksi penghargaan dari PBB yang diterima Bp. Soeharto adalah sbb;
1)
Medali
”From Rice to Self Sufficiency” dari FAO, diberikan kepada Presiden Soeharto,
pada tanggal 22 Juli 1986;
2)
Piagam
dan medali “The Health for All” ; penghargaan dari WHO diberikan pada tanggal
18 Februari 1991, diberikan kepada bangsa Indonesia atas kepeloporan Presiden
Soeharto dalam bidang kesehatan;
3)
Piagam
UN Population Award, diberikan kepada Presiden Soeharto dalam keberhasilannya
mengontrol pertumbuhan jumlah penduduk. Penghargaan diberikan pada 8 Juni 1989;
4)
Piagam
UNDP, diberikan kepada Presiden Soeharto atas komitmen, peranan dan jasanya
dalam upaya pengentasan kemiskinan. Penghargaan diberikan pada tanggal 29
Agustus 1997;
5)
Medali
“The Avicenna”; diberikan kepada Presiden Soeharto oleh UNESCO atas komitmennya
dalam pembangunan pendidikan untuk rakyat, diberikan pada tanggal 19 Juni 1993.
Koleksi
cenderamata yang berasal dari para kepala negara diantaranya adalah sebagai
berikut;
1)
Seperangkat
tempat sirih
Tiga
buah koleksi cenderamata MPBP berupa seperangkat tempat sirih merupakan
pemberian dari Perdana Menteri Malaysia, yaitu Datuk Hussein Onn dan Dr.
Mahathir Muhammad.
Koleksi
tempat sirih dari negara Malaysia memiliki makna sebagai media penghormatan
kepada tamu. Tamu diperlakukan tidak sebagai orang lain tetapi sebagai sahabat.
Perlakuan tersebut juga melambangkan bahwa Negara pemberi memiliki sifat rendah
hati, memberi, serta senantiasa memuliakan orang lain.
2)
Mate
Mate
adalah sebuah gelas berbentuk bulat dan berkaki dilengkapi dengan sedotan,
digunakan sebagail alat minum teh yerba. Terdapat Dua buah koleksi Mate
merupakan cenderamata dari Presiden Argentina, Carlos Saul Menem, dan
cenderamata dari Presiden Chili, Augusto Pinochet Ugarte.
Pada
awalnya alat minum tersebut terbuat dari buah labu sedangkan sedotan dibuat
dari jerami. alat minum teh tradisional Amerika Selatan. Teh yang dihidangkan
dinamakan yerba.
”Mate”,
cenderamata dari Chili, Argentina, dan Mexico, merupakan tradisi minum teh
masyarakat Amerika Selatan, tradisi minum teh ini memiliki makna sebagai bentuk
penghargaan kepada tamu yang diperlakukan sebagai sahabat.
3)
Wakahuia
Wakahuia,
cenderamata dari Jim Bolger, Perdana Menteri Selandia Baru. Wakahuia (treasure
box) semacam kotak bertutup berbentuk oval terbuat dari kayu dan berukir.
Wakahuia bagi masyarakat suku Maori, penduduk asli Selandia Baru, merupakan
kotak yang sangat berharga dan memiliki fungsi untuk menyimpan benda-banda
berharga seperti hei tiki atau bulu burung sebagai hiasan atau penghias rambut
kaum wanita.
Wakahuia,
cenderamata dari Selandia Baru memiliki makna bahwa Indonesia memiliki makna
penting bagi negara Selandia Baru. Memberikan benda yang berharga berupa
wakahuia merepresentasikan dari perasaan penghormatan serta ingin menjadikan
hubungan dua negara tersebut dalam hubungan yang sangat erat.